Foto. doc. pribadi
Pada waktu saya kecil, sayatinggal di sebuah rumah sederhana minimalis yang nyaman dan asri. Kami mempunyai rumah tanpa pekarangan tapi di depan rumah kami ada area tanah yang terhitung luas.
Pemilik tanah itu menyulap lahan kosong dengan menanaminya pohon durian, pohon nangka, pohon pisang, pohon petai cina dan sebagainya. Sedangkan didalam kebun tersebut ditanami ubi jalar, singkong, ganyong dan lain lain.
Di sebelah kebun itu ada sebidang tanah kosong. Atas kebaikan pemiliknya, tanah tersebut ditanami singkong dan pohon pisang oleh ayahku. Tanahnya sangat subur. Betapa mudahnya bila singkong tsb hendak dipanen. Tinggal mengerahkan sedikit tenaga saja, akan dapat tercabut.
Nah, Ayah saya ini membuat sebuah lubang ukuran 2x2m. Pada saat musim hujan tiba lubang ini berfungsi sebagai drainase / resapan air.
Yang paling utama , tujuan dari pembuatan lubang ini adalah sebagai tempat pembakaran sampah. Jadi fungsinya itu, begini, sampah dari rumah kami ( dan juga dari kebun ) kami bakar di lubang itu. Begitu selesai, kami ambil cangkul dan sisa pembakaran dari sampah tsb kami aduk dan ditimbun dengan sedikit tanah untuk memastikan tidak ada sumber api.
Ternyata, baru sekarang saya mengerti kalau lubang tersebut dikenal dengan nama lubang biopori yang fungsinya adalah sebagai menyimpan / menyerap /menahan air hujan di dalam tanah dan pelapukan sampah untuk menjadi pupuk alami yaitu kompos.
Hanya saja, lubang segiempat tsb tidak ditutupi dengan penutup yang berlubang lubang. Dibiarkan begitu saja, bilamana sudah banyak sampah, dikumpulkan lalu dibakar..
Yang paling utama , tujuan dari pembuatan lubang ini adalah sebagai tempat pembakaran sampah. Jadi fungsinya itu, begini, sampah dari rumah kami ( dan juga dari kebun ) kami bakar di lubang itu. Begitu selesai, kami ambil cangkul dan sisa pembakaran dari sampah tsb kami aduk dan ditimbun dengan sedikit tanah untuk memastikan tidak ada sumber api.
Ternyata, baru sekarang saya mengerti kalau lubang tersebut dikenal dengan nama lubang biopori yang fungsinya adalah sebagai menyimpan / menyerap /menahan air hujan di dalam tanah dan pelapukan sampah untuk menjadi pupuk alami yaitu kompos.
Hanya saja, lubang segiempat tsb tidak ditutupi dengan penutup yang berlubang lubang. Dibiarkan begitu saja, bilamana sudah banyak sampah, dikumpulkan lalu dibakar..
Lubang Biopori
Salah satu bentuk lubang biopori. Gambar ini diambil dari atas lho. Tapi koq jadinya seperti dinding tembok rumah ya....
Pada saat sekarang ini saya tidak akan mau melakukannya lagi, membakar sampah. Tahu kenapa! Karena di sekeliling rumah kami dari waktu ke waktu tambah padat penduduknya.
Dan saya tidak mau mengambil resiko. Banyak pemberitaan mulai dari televisi, radio, surat kabar maupun media online, bahwa salah satu penyebab kebakaran adalah adanya sisa sumber api dari pembakaran sampah yang ditinggalkan begitu saja, padahal lokasinya di tengah pemukiman padat penduduk, area perkotaan atau juga di hutan, semuanya mudah terbakar dengan cepat...
Dan saya tidak mau mengambil resiko. Banyak pemberitaan mulai dari televisi, radio, surat kabar maupun media online, bahwa salah satu penyebab kebakaran adalah adanya sisa sumber api dari pembakaran sampah yang ditinggalkan begitu saja, padahal lokasinya di tengah pemukiman padat penduduk, area perkotaan atau juga di hutan, semuanya mudah terbakar dengan cepat...
Beberapa tahun kemudian, kami pindah rumah. Rumah kami lumayan luas walaupun tanpa pekarangan yang masih asli ada tanahnya. Sayang sekali.
Tapi, ayah saya tetap membuat lubang biopori. Kali ini cara pembuatannya adalah dengan mengebor tanah sedalam 6 meter kemudian permukaan lubang tersebut ditutup dengan penutup lubang biopori.
Tapi, ayah saya tetap membuat lubang biopori. Kali ini cara pembuatannya adalah dengan mengebor tanah sedalam 6 meter kemudian permukaan lubang tersebut ditutup dengan penutup lubang biopori.
Untuk masalah sampah, tiap hari ada petugas sampah dari RT setempat dengan iuran sampah perbulan nya.
Tetap saja ada yang mengganjal di hati ini mengenai sampah. Tidak semua orang mampu untuk membayar iuran sampah. Rumah kami dekat dengan selokan / got. Dan mereka membuang sampah di selokan. Ketika musim hujan tiba, di sepanjang jalanan/ gang rumah ada sedikit banjir ( tingginya kurang lebih di bawah lutut orang dewasa he..he..) Ya ampun...
Kadang kadang, di setiap perjalanan ( kaki ) sulit sekali mencari tong sampah. Misalnya saja 'kan, kita makan permen atau membuka segel air mineral, tuh sampah kecil mau dibuang kemana, bingung.. Kabar yang kudengar, Pemerintah daerah sudah menempatkan tempat / tong sampah di beberapa titik / tempat umum. Tapi sering kali dicuri orang. Hari ini dipasang, esok lusa sudah tidak ada lagi berada ditempatnya.
Pedagang Kaki Lima
Mereka tidak mempunyai waktu untuk menyimpan satu kantong tempat sampah di setiap lapak nya. Bila pagi tiba, sampah 2 berserakan dimana mana sampai memenuhi bahu jalan.
Ada juga yang rajin, sesudah berjualan mereka sediakan sedikit waktu untuk membersihkan tempat jualan mereka lalu menyatukan sampah 2 yang ada dalam satu kantong.
Tetapi, sayangnya kantong sampah tsb diacak - acak para tukang beling ( pemulung ) lalu dibiarkan berserakan kembali. Sia -sia saja jadinya.
Ada juga yang rajin, sesudah berjualan mereka sediakan sedikit waktu untuk membersihkan tempat jualan mereka lalu menyatukan sampah 2 yang ada dalam satu kantong.
Tetapi, sayangnya kantong sampah tsb diacak - acak para tukang beling ( pemulung ) lalu dibiarkan berserakan kembali. Sia -sia saja jadinya.
Koq ini salah satu budaya masyarakat Indonesia ya...
Berbicara mengenai sampah di Indonesia memang tidak ada ending nya..
Go Green & Save the earth from the Global Warning
0 komentar:
Post a Comment